Kondisi Perpolitikan Nasional
Kondisi
Perpolitikan Nasional, Partisipasi Politik Masyarakat, dan Strategi dalam
Menghadapi Tantangan Kedepannya
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam Sejarahnya, Indonesia telah mencatat sebanyak
tiga fase pemerintahan yakni Demokrasi terpimpin atau lebih dikenal dengan era
orde lama yaitu sejak kemerdekaan Indonesia dibawah kepemimpinan Ir. Soekarno,
kemudian orde lama yaitu pada masa kepemimpinan Soehato dan Era Refoemasi,
yaitu masa yang dimulai sejak lengsernya Soeharto tahun 1998.
Ketiga fase tersebut telah menorehkan berbagai macam
sejarah baik dan buruk yang membentuk dan membekas di era reformasi sekarang
ini. Pergantian fase itu seyogyanya adalah bertujuan untuk Indonesia yang lebih
baik. Pada era reformasi sekarang ini seluruh sistem pemerintahan di Orde lama
yang tidak sesuai dengan rakyat Indonesia telah diubah. Seperti KKN yang
sengaja dibungkam karena tidak adanya kebebasan HAM, tidak adanya kebebasan
pers dan tidak adanya andil rakyat dalam sistem politik Indonesia. Namun
terlepas dari itu semua, tentunya sebagai negara multikultur dan masyarakatnya
yang sangat dinamis, Indonesia tidak bisa terlepas dari berbagai permasalahan
khususnya dalam dunia perpolitikan.
Pada era reformasi ini, berbagai masalah pelik pun
masih sering terjadi baik dalam aspek sosial, budaya, ekonomi, lingkungan hidup
sampai aspek politik. Sejak pergantian kepemimpinan Indonesia selalu mempunyai
cerita masing-masing, begitu juga dengan struktur kekuasaan yang dipimpin Jokowi-JK
saat ini.
Pemerintahan Jokowi-JK beserta kabinetnya merupakan
pula bagian dari transisi kepada pemerintahan sebelumnya. Apabila dicermati,
struktur pemerintahan Jokowi-JK beserta jajarannya pun tidak lepas dari rezim
orde baru yang menggambarkan bahwa Indonesia belum seutuhnya “Move on” dari
duka lama yang seharusnya dikubur dalam-dalam itu.
Adanya pertentangan politik dalam pemilu 2014 kemarin,
antara dua kandiat presiden (Prabowo-Jokowi) pun masih berlanjut sampai masa
kepemimpinan Jokowi sekarang ini. Adanya pengkubuan antara koalisis Merah Putih
(KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) pada struktur birokrasi Indonesia kini
pun menggambarkan konflik yang sedemikian hebat dan membahayakan sistem
demokrasi di Indonesia. Konflik itu pun semakin nampak dengan banyaknya
intervensi dari kebijakan yang dicanangkan oleh presiden sebagai otoritas
terkuat. Selain itu pula berbagai polemik yang ada di Indonesia seperti KPK vs
Kepolisian, Ahok vs DPRD dan lain sebainya menyudutkan Jokowi dan
memperlihatkan bahwa presiden Indonesia itu tidak dapat bertindak tegas karena
pergerakannya yang terlihat sangat dibatasi.
Kesembrautan konflik ini, tentunya berasal dari
Praktik-praktik korupsi yang menggurita sehingga dilindungi oleh berbagai pihak
didalamnya. Sebagai seorang presiden Jokowi lamban dalam memberikan
keputusannya seakan disetir oleh berbagai pihak. Selama tiga tahun
pemerintahannya pun kebijakan yang diambil oleh Jokowi tidak pro-rakyat, ini
tercermin dari kebijakannya menaikkan harga bbm dengan alibi sistem
fluktuatifnya, yang berdampak pula pada naiknya harga kebutuhan pokok, anggaran
mobil pejabat pemerintah dinaikkan dikala dolar kian melambung dan perpanjangan
masa kontrak PT.Freeport yang jelas-jelas merugikan bangsa ini.
Kurangnya kesadaran dan optimalisasi para pejabat
pemerintah dalam mengelola perkonomian di Indonesia menambah polemik yang ada
di Indonesia. Selain itu pula pemangku jabatan Pemerintahan Indonesia lekat
dengan “mental korup” atau dalam arti lain lebih mementingkan kepentingan
pribadi atau golongan ketimbang nasib rakyatnya. Korupsi sudah merambah
kemana-mana, baik dalam lingkup mikro maupun makro di Indonesia yang telah
menggerogoti setiap sendi kehidupan bangsa dan memperlambat tercapainya tujuan
nasional yang tercantum dalam pembukaan undang-undang dasar 1945. Sistem
demokrasi yang diadopsi di Indonesia sejak zaman orde lama benar-benrar tengah
dalam bahaya. Sistem yang mengagungkan prinsip kebersamaan dan kekeluargaan,
kini sama sekali tidak terlihat jasadnya. Konflik yang terjadi dalam dunia
perpolitikan kini sekan mendukung pernyataan tersebut. Struktur birokrasi
diduduki oleh orang-orang yang tidak jujur, tidak berkualitas dan tidak
bertanggung jawab karena proses penyeleksiannya pun tidak melalui mekanisme
yang benar atau biasa disebut politik uang (money politic)., bahkan kebenaran
semakin sulit ditemukan dinegeri ini. Pemberitaan media massa sebagi
satu-satunya sumber informasi yang diperoleh masyarakat pun dapat disetir oleh
berbagai kepentingan yang menyebabkan ketidakpercayaan publik pada dunia
perpolitikan Indonesia.
B.
MASALAH
1. Keadaan dan kondisi politik di Indonesia
?
2. Partisipasi politik masyarakat Indonesia
?
3. Strategi dalam menghadapi tantangan
kedepan perpolitikan Indonesia ?
PEMBAHASAN
a.
Kondisi perpolitikan nasional
Politik Indonesia sekarang ini seperti sedang
mendominasi wacana di media. Layaknya gula yang sedang di kelilingi semut,
seperti itulah media yang memberitakan kondisi politik di Indonesia. Saat ini
kondisi politik yang terjadi justru saling memperebutkan kekuasaan. Para
penjabat yang memiliki kekuasaan telah melupakan masyarakat. Janji – janji yang
dulu di buat justru di lupakan seiring dengan kursi kekuasaan yang di peroleh.
Seolah tidak menerima dengan kemenangan sang rival, maka berusaha mencari
kesalahan untuk dapat menggulingkan. Kondisi politik di Indonesia sangatlah
memprihatinkan.
Para pejabat masih saja sibuk mengurusi kursi
jabatannya. Lagi – lagi mereka melupakan soal rakyat. Semisal saja soal kasus
suap wisma atlet. kita ketahui bahwa Anggelina S merupakan kunci dari bobroknya
korupsi yang terjadi di Wisma Atlet. Namun, apa yang terjadi? Apakah Anggelina
S berbicara jujur terkait korupsi yang terjadi di Wisma Atlet? Tidak kawan,
justru beliau menutupi kondisi yang sebenarnya terjadi. Kondisi tersebut
sangatlah memprihatinkan. Hal tersebut masih salah satu contoh yang ada.
Berbicara kondisi politik di Indonesia maka tidak akan jauh dari sebuah
kekuasaan.
Sekarang ini politik justru seringkali di gunakan
sebagai alat untuk mencapai kekuasaan. Ntah dengan apa pun, tidak melihat rambu
rambu yang ada, hal yang terpenting kursi kekuasaan harus di dapat. Namun,
kursi kekuasaan itu harus di bayar dengan pengorbanan yang besar juga baik itu
fikiran dan materil. Akhirnya rakyat yang menjadi korban dari kondisi politik
yang ada sekarang. Para birokrat bangsa ini sepertinya masih terlalu sibuk
untuk terus berebut kursi kekuasaan. Sebenarnya politik layaknya sebuah pisau.
Bila pisau tersebut di gunakan oleh ibu rumah tangga untuk memasak maka pisau
akanlah sangat bermanfaat. Maka akan tersedia hidangan yang lezat untuk
keluarga. Namun beda cerita bila pisau tersebut di gunakan oleh pembunuh. Maka
yang terjadi adalah sebuah kesedihan dan kesengsaraan yang terjadi.
Begitu pula dengan politik, ia akan bisa menjadi
sebuah alat untuk mencapai sebuah kebahagiaan atau malah menjadi sebuah
kesengsaraan. Padahal rakyat Indonesia di luar sana menjadi korban mereka. Kita
semua bisa melihat gejala mati rasa penyelenggara negara misalnya dalam soal
pembelian mobil mewah untuk para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II atau juga
pembangunan pagar istana presiden yang menelan biaya puluhan miliar rupiah.
Kebijakan itu jelas mencederai rasa keadilan publik
karena di saat yang sama kemiskinan masih mengharu biru Indonesia (jumlah orang
miskin di Indonesia per Maret 2010 berdasar BPS sebanyak 31,02 juta
orang--relatif tak banyak berubah jika dibandingkan dengan data per Februari
2005, yakni sebesar 35,10 juta orang). Publik juga bisa melihat bagaimana
penyikapan kasus Lapindo, terjadinya 'kriminalisasi' terhadap dua pemimpin KPK,
penanganan kasus Bank Century yang belum jelas bagaimana akhirnya, serta
kuatnya nuansa tebang pilih terhadap penanganan kasus korupsi.
Kesemuanya itu adalah contoh-contoh lain yang harus
diakui kian mengiris rasa keadilan. Kendati dibalut pernyataan-pernyataan yang
apik dan santun, toh penyikapan dari penyelenggara negara terhadap kasus-kasus
tersebut tetap saja dinilai jauh dari komitmen untuk mewujudkan aspirasi dan
kehendak rakyat.
Sebenarnya politik itu merupakan bagaimana seseorang
mampu mempengaruhi orang sekelompok lain agar mengikuti gagasan yang kita
fikirkan. Dalam aspek obyektif, Sukardi mencontohkan harga cabai yang makin
hari semakin mahal. Kondisitersebut akan semakin parah bila pemerintah
mengeluarkan kebijakan yang tergesa-gesa, misalnya dengan kenaikan harga tiket
kereta ekonomi. Momentum ini bisa dipakai untuk menyerang kekuatan politik
lawannya. Untuk aspek dari daerah, Sukardi mencontohkan polemik keistimewaan
Yogyakarta yang hingga saat ini masih berlarut-larut.
Pemerintah Indonesia pun tidak mampu menjalankan
fungsinya sebagai wakil rakyat. Hal ini ditunjukkan oleh sebagian rakyat yang
mengeluh, karena hidup mereka belum dapat disejahterakan oleh negara. Pandangan
masyarakat terhadap politik itu sendiri menjadi buruk, dikarenakan pemerintah
Indonesia yang tidak menjalankan kewajibannya sebagai wakil rakyat dengan
baik.bagi mereka politik hanyalah sesuatu yang buruk dalam mencapai kekuasaan.
Jika hal ini terus di biarkan, maka seperti bom yang terus di pendam. Maka
suatu saat akan meletus juga. Jika kondisi pemerintah terus seperti ini maka
tidakl mustahil jika rakyat tidak akan percaya dengan politik. Ketidakpercayaan
para rakyat inilah yang sangat berbahaya bagi kestabilan negara.
Akibatnya
masyarakat akan cenderung apatis terhadap kondisi sebuah negara. Karena
kestabilan negara juga di pengaruhi oleh kestabilan politik yang ada di negara
tersebut. Apabila gejolak politik di suatu negara terus menerus bergejolak maka
tidak mustahil jika terjadi peperangan. Akibatnya masyarakat yang menjadi
korban seperti negara negara di timur tengah.
b.
Partisipasi politik masyarakat
Saat ini, rata-rata masyarakat
dimanapun dia berada, mereka sadar bahwa kehidupan mereka dipengaruhi oleh
pemerintah mereka, sehingga masyarakat berpikir bahwa mereka harus melibatkan
diri dalam politik. Salah satu yang menyebabkan meningkatnya partisipasi
politik yang terjadi belakangan ini adalah penerimaan secara global mengenai
konsep popular sovereignity (kedaulatan populis/ kedaulatan rakyat) yang
merupakan dasar dari kekuasaan politik yang legitimate.
Sejak hampir semua rezim di
semua negara mendasarkan kekuasaan mereka pada kedaulatan rakyat, menjadi
sebuah hal yang lumrah ketika rakyat melibatkan diri dalam proses politik
dengan menggunakan kedaulatan mereka. Bahkan negara-negara otoriter sekalipun
berusaha untuk melibatkan rakyatnya dalam perpolitikan (tetapi tetap dalam
skema yang dikontrol oleh pemerintahan otoritarian) dengan maksud untuk
melegitimasi rezim, peraturan, dan kebijakan yang dibuat oleh rezim otoritarian
tersebut.
TUJUAN-TUJUAN PARTISIPASI POLITIK
Keterlibatan politik dapat
terjadi dengan berbagai tujuan, diantaranya adalah memberikan rakyat/warga
negara kesempatan untuk mempengaruhi proses pembuatan kebijakan. Hal ini tentu
saja merupakan tujuan utama dari partisipasi politik yang dilakukan oleh
negara-negara yang demokratis. Partisipasi juga dilakukan untuk mengontrol
pemerintah yang akan terpilih, selain itu partisipasi politik juga menjadi alat
untuk memilih pemimpin dan mengekspresikan eksistensi individu atau grup yang
mempengaruhi pemerintah melalui jalan terlibat dalam politik.
Kedua, partisipasi politik juga
menjadi alat untuk mengontrol rakyat dan warga negara, terutama di
negara-negara otoritarian. Di banyak negara otoritarian, pemerintah
mempromosikan pasrtisipasi politik dalam bentuk yang terkontrol oleh rezim
ototiter itu sendiri (partisipasi politk yang tidak bebas). Partisipasi politik
bahkan hanya secara simbolis, akan menjadi sinyal bagi pemerintah tersebut bahwa
rakyat berkomitmen mendukung rezim otoritarian tersebut dan hal ini pada
akhirnya akan mencegah terjadinya pemberontakan oleh rakyat.
Partisipasi politik menjadi
sebuah cara untuk meningkatkan dukungan tanpa bantahan/perlawanan
(acquiescence) terhadap kebijakan negara otoritarian.
Ketiga, partisipasi di sisi lain juga membantu meringankan beban pemerintah, seperti terbukanya lapangan kerja baru sebagai pengawas jalannya pemberian suara (voting) yang dilakukan secara sekuarela, sedikit banyak akan meringankan anggaran pemerintah untuk membayar aparat keamanan yang ditugaskan untuk menjaga jalannya voting.
Tujuan keempat adalah partisipasi digunakan untuk melegitimasi rezim dan kebijakan rezim tersebut. Semua negara memiliki semua tujuan partisipasi politik ini. Rezim demokratis pada umumnya menekankan kaidah pengaturan pemerintah oleh kontrol yang dilakukan rakyat. Sedangkan negara-negara nondemokratis menggunakan partisipasi untuk mengontrol rakyatnya dan untuk mendapatkan bantuan pelayanan dari rakyatnya sendiri.
Ketiga, partisipasi di sisi lain juga membantu meringankan beban pemerintah, seperti terbukanya lapangan kerja baru sebagai pengawas jalannya pemberian suara (voting) yang dilakukan secara sekuarela, sedikit banyak akan meringankan anggaran pemerintah untuk membayar aparat keamanan yang ditugaskan untuk menjaga jalannya voting.
Tujuan keempat adalah partisipasi digunakan untuk melegitimasi rezim dan kebijakan rezim tersebut. Semua negara memiliki semua tujuan partisipasi politik ini. Rezim demokratis pada umumnya menekankan kaidah pengaturan pemerintah oleh kontrol yang dilakukan rakyat. Sedangkan negara-negara nondemokratis menggunakan partisipasi untuk mengontrol rakyatnya dan untuk mendapatkan bantuan pelayanan dari rakyatnya sendiri.
BENTUK PARTISIPASI POLITIK
Satu isu terkadang dapat
menstimuli aksi dalam berbagai bentuk. Baik itu pro dan kontra dengan berbagai
cara seperti kampanye, poster , aksi legal, petisi, pertemuan publik,
demonstrasi, boykot bahkan pembunuhan. Dalam suatu pemerintahan otoriter yang
baik pengaturannya, para pemimpinnya tahu bahwa begitu bahayanya menekan semua
bentuk partisipasi sehingga mereka mengontrol aksi-aksi politik yang ada.
Beberapa dekade yang lalu, para ilmuwan membagi partisipasi politik menjadi conventional political participation (partisipasi politik yang biasa) dan unconventional political participation (partisipasi politik yang tidak biasa). Partisipasi politik yang biasa adalah sebuah keterlibatan politik dimana individu menyampaikan aspirasi politik melalui pejabat publik menggunakan saluran partisipasi. Seperti pemilu, dan aktifitas kelompok kepentingan. Sedangkan partisipasi politik yang tidak biasa adalah sebuah partisipasi politik yang dilakukan masyarakat tanpa melalui elit politik ataupun melalui aksi langsung.
Kemudian pembedaan ini dikatakan menyesatkan karena hal-hal yang dibedakan diatas tidak dapat digeneralisasikan terhadap semua negara. Seperti halnya petisi merupakan hal yang biasa di Amerika tetapi merupakan hal yang tak biasa di Inggris. Di India demonstrasi mungkin merupakan sebuah langkah anti rezim dan bermaksud untuk menurunkan rezim berkuasa, tetapi di Perancis demonstrasi merupakan hal biasa yang dilakukan untuk mempengaruhi para pejabat publik.
Beberapa dekade yang lalu, para ilmuwan membagi partisipasi politik menjadi conventional political participation (partisipasi politik yang biasa) dan unconventional political participation (partisipasi politik yang tidak biasa). Partisipasi politik yang biasa adalah sebuah keterlibatan politik dimana individu menyampaikan aspirasi politik melalui pejabat publik menggunakan saluran partisipasi. Seperti pemilu, dan aktifitas kelompok kepentingan. Sedangkan partisipasi politik yang tidak biasa adalah sebuah partisipasi politik yang dilakukan masyarakat tanpa melalui elit politik ataupun melalui aksi langsung.
Kemudian pembedaan ini dikatakan menyesatkan karena hal-hal yang dibedakan diatas tidak dapat digeneralisasikan terhadap semua negara. Seperti halnya petisi merupakan hal yang biasa di Amerika tetapi merupakan hal yang tak biasa di Inggris. Di India demonstrasi mungkin merupakan sebuah langkah anti rezim dan bermaksud untuk menurunkan rezim berkuasa, tetapi di Perancis demonstrasi merupakan hal biasa yang dilakukan untuk mempengaruhi para pejabat publik.
c. Strategi dalam Mengatasi Ancaman di Bidang Politik
Dalam menghadapi ancaman yang
berdimensi politik, strategi pertahanan di bidang politik ditentukan oleh
kemampuan sistem politik dalam menanggulangi segala bentuk ancaman yang
ditujukan kepada kehidupan politik bangsa Indonesia. Menurut Noor Ms Bakry
(2009:366), strategi di bidang politik terwujud dengan adanya kehidupan politik
bangsa yang berlandaskan demokrasi Pancasila yang telah mampu memelihara
stabilitas politik yang sehat dan dinamis serta mampu Melaksanakan politik luar
negeri yang bebas aktif.
Adapun, langkah-langkah yang
ditempuh untuk melaksanakan strategi dalam menghadapi ancaman berdimensi
politik dilakukan melalui dua pendekatan berikut.
1) Pendekatan ke dalam
Yaitu pembangunan dan penataan
sistem politik dalam negeri yang sehat dan dinamis dalam kerangka negara
demokrasi yang menghargai kebhinnekaan atau kemajemukan bangsa Indonesia. Hasil
yang diharapkan adalah terciptanya stabilitas politik dalam negeri yang dinamis
serta memberikan efek penangkal yang tinggi. Penataan ke dalam diwujudkan
melalui pembangunan dan penataan sistem politik dalam negeri yang dikemas ke
dalam penguatan tiga pilar berikut.
- Penguatan penyelenggaraan pemerintahan negara yang sah, efektif, bersih, berwibawa, bebas KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) dan bertanggung jawab yang berkemampuan mewujudkan tujuan pembentukan pemerintah negara, seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Penguatan lembaga legislatif sehingga menjadi lembaga yang berkualitas dan profesional pada bidangnya. Lembaga legislatif yang mampu bekerja sama dengan pemerintah dalam memproses dan melahirkan produk-produk legislasi (berupa peraturan perundang-undangan) bagi kepentingan pembangunan nasional. Lembaga legislatif yang melaksanakan fungsi kontrol secara efektif terhadap penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka kepentingan bangsa dan negara bukan atas kepentingan golongan atau pribadi, serta berdasarkan kaidah dan etika bernegara dalam negara demokrasi.
- Penguatan kekuatan politik nasional baik partai politik maupun organisasi masyarakat sebagai alat untuk memberdayakan masyarakat sebagai subjek politik dan pembangunan nasional. Kekuatan politik berkewajiban mewujudkan dan meningkatkan perannya dalam pendidikan politik bagi warga negara, terutama konstituennya sehingga menjadi warga negara yang sadar hukum yang memahami kewajiban dan hak sebagai warga negara. (Buku Putih Pertahanan Indonesia Tahun 2008: 85)
2) Pendekatan ke luar
Pendekatan keluar diarahkan
untuk mendinamisasikan strategi dan upaya diplomatik melalui peningkatan peran
instrumen politik luar negeri dalam membangun kerja sama dan saling percaya
dengan negara-negara lain sebagai kondisi untuk mencegah atau mengurangi
potensi konflik antarnegara, yang dimulai dari tataran internal, regional,
supraregional, hingga global. Pendekatan keluar diwujudkan dengan cara berikut.
- Pada lingkup internal, yaitu melalui penciptaan, pembangunan, dan peningkatan kondisi dalam negeri yang semakin mantap dan stabil, yang dibarengi dengan upaya-upaya peningkatan dan perbaikan pertumbuhan ekonomi yang sehat dan kuat serta penguatan dan peningkatan kehidupan sosial kemasyarakatan.
- Pada lingkup regional, politik dan diplomasi Indonesia diarahkan untuk selalu aktif dan berperan dalam membangun dan meningkatkan kerja sama dengan negara lain dalam kerangka prinsip saling percaya, saling menghargai, dan tidak saling mengintervensi urusan dalam negeri.
- Pada lingkup supraregional, politik luar negeri dikembangkan untuk berperan dalam penguatan ASEAN plus Enam yang terdiri atas 10 negara anggota bersama-sama dengan Cina, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, dan Selandia Baru, melalui hubungan bilateral yang harmonis dan terpelihara serta diwujudkan dalam kerja sama yang lebih konkret. Dalam kerangka penguatan ASEAN plus Enam tersebut, kinerja politik luar negeri Indonesia harus mampu membangun hubungan dan kerja sama yang memberikan jaminan atas kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak adanya intervensi, terutama jaminan tidak adanya agresi terhadap wilayah kedaulatan Indonesia.
- Pada lingkup global, politik luar negeri harus memainkan perannya secara maksimal dalam memperjuangkan kepentingan nasional melalui keberadaan Indonesia sebagai anggota PBB, Gerakan Non-Blok, Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan Forum Regional ASEAN (ARF). Peran diplomasi harus mampu mengidentifikasi potensi-potensi ancaman berdimensi politik yang mengancam kedaulatan dan kepentingan nasional Indonesia serta melakukan langkah-langkah pencegahan. Lapis pertahanan militer dalam menghadapi ancaman politik yang membahayakan kedaulatan, keutuhan wilayah NKRI, mengembangkan strategi pertahanan militer dalam konteks memperkuat usaha-usaha diplomasi yang dilakukan unsur pertahanan nir-militer. Implementasi upaya pertahanan militer dalam konteks menghadapi ancaman berdimensi politik (Buku Putih Pertahanan Indonesia Tahun 2008: 86).
PENUTUP
KESIMPULAN
Rakyat
Indonesia belum merasakan kinerja yang baik dari pemerintah Indonesia, malahan
membuat mereka memandang buruk terhadap politik itu sendiri. Selain itu, para
generasi muda Indonesia haruslah diperkenalkan dengan politik yang sebenarnya,
agar dikemudian hari mereka dapat menjadi generasi baru yang lebih bertanggung
jawab. Sehingga kondisi bangsa ini tidak terus terpuruk akibat politik tidak
bertanggungjawab para pejabat sekarang. Sedah seharusnya kita membanahi bangsa
ini. Karena bila kondisi seperti ini terus di budayakan, maka bukanlah hal yang
mustahil jika suatu saat nanti nama Indonesia hanya tinggal sejarah.
KRITIK dan SARAN
Masih
banyak hal-hal di Indonesia yang perlu diperbaiki demi kelancaran dalam
melaksanakan politik, ekonomi, sosial & budaya, serta hukum harus banyak
mengalami perubahan mengarah kepada yang lebih baik.
Tetapi
kita perlu untuk tetap menanamkan pengamalan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
demi terciptanya Indonesia yang lebih maju namun tetap mempertahankan ciri
ke-Indonesia-an-nya. Saya yakin meskipun secanggih-canggihnya perubahan zaman
nanti, apabila kita tetap berpegang teguh terhadap kedua pedoman tersebut, maka
kehidupan negara ini akan menjadi semakin baik kedepannya, amin
Comments
Post a Comment